anekdot 9


Hukuman Mencuri Hati
ABSTRAKSI
Hari Rabu tanggal 12 menjadi momen yang cukup menegangkan. Di aula sebuah desa telah berkumpul banyak sekali orang, merasa saling berbicara satu sama lain. Tampaknya telah terjadi kejadian yang cukup besar di desa ini.
ORIENTASI
Di dalam kerumanan tersebut, ternyata ada Niko yang sedang duduk lesu di tengah aula. Kedua tangannya telah terikat dengan salah satu tiang besar. Wajahnya kusam terdapat beberapa benjolan berdarah pula. Selain itu, bajunya juga sobek dan compang-camping. Ada apa gerangan?
KRISIS
Aku pun memberani diri untuk bertanya kepada salah satu warga. “Pak kok ramai sekali ya, ada kejadian apa ya?” tanya ku kepada bapak kumis. “Ada orang yang mencuri..!”
Mendengar jawaban tersebut aku pun kaget. Apa mungkin Niko yang anak baik berani mencuri? Pertanyaan tersebut teriang terus di kepala. Mau bertanya namun takut ada yang salah paham.
Namun, Niko sedang berada di kursi panas. Dia sedang menjadi objek kemarahan para warga. Bahkan tidak ada kesempetan baginya untuk menjelaskan karena setiap mulai bicara selalu ada pukulan yang melayang kepadanya.
Melihat kejadian tersebut membuatku memberanikan diri untuk membela.
“Tenang semua bapak-bapak…!” Teriak ku dan semua pun diam. “Ada apa dengan semua ini? Apakah tidak ada kesempatan bagi Niko untuk menjelaskan apa yang sedang terjadi?”
Mereka pun diam sehingga suara jangkrik dengan nyaring menjawab pertanyaanku. Mulailah aku memberikan arahan agar ada penjelasan dari pihak Niko dan yang menuduh.
REAKSI
Akhirnya Niko menjelaskan apa yang sedang terjadi. Dia bercerita,”Jadi begini, saya tidak mencuri barang milik Meli. Bahkan saya tidak tahu barang apa yang hilang. Aneh jika saya dituduh mencuri sedangkan saya sendiri baru saya pulang dari rantauan.”
Keluarga Meli langsung menjawab,”Bohong kamu sudah mencuri barang miliki anakku. Lihat dia sampai menangis. Kenapa kamu tadi tidak mau berbicara dengan dia? Kamu pasti yang telah mencuri sesuatu barang miliki Meli..!” Suasana pun semakin memanas.
Niko tetap teguh membela diri bahwa dirinya tidak apapun barang milik Meli. Bahkan Dia sampai bersumpah-sumpah. Aku pun berinsiatif untuk bertanya kepada si Meli, gadis desa yang sedari tadi duduk sambil menangis.
“Meli apa benar niko telah mencuri sesuatu yang kamu miliki?” tanya ku kepada Meli yang hanya dibalas dengan anggukan kepala.
Aku semakin penasaran,”Barang apa yang dia curi mel?” Dia hanya diam sambil menangis. Aku ulangi lagi pertanyaanku tadi sampai 3 kali baru dijawab.
“Si Niko jahat mas. Dia sudah mencuri sesuatu yang istimewa dari ku.” Mendengar jawaban tersebut aku semakin tercengang. Apa mungkin orang yang rajin beribadah seperti niko tega melakukan tindakan yang dilarang agama.
Aku pun mencoba bertanya lagi,”Apa yang di curi niko darimu, mel?”
KODA
Dengan suara yang cukup keras Meli menjawab,”Dia telah mencuri isi hati mas. Hatiku sudah untuknya, namun dia tega-teganya bergandengan dengan wanita lagi. Aku merasakan diriku dibohongi olehnya, hatiku telah dicuri mas. Sakiit…”
Mendengar jawaban tersebut semua warga yang hadir diam seketika. Kembali suara jangrik mendominasi dengan alunan yang khas. Akhirnya mereka pun pergi dengan muka yang malu karena dikira si Niko mencuri barang berharga miliki keluarga Meli. Sedangkan ternyata yang dicuri adalah perasaan isi hati si meli.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjual Sembari Menjaga Nirwana

Pengantar Filsafat Pendidikan.